Langsung ke konten utama

Seribu Wajah Metropolitan Lama

TAHUKAH ANDA ? Seribu Wajah Metropolitan Lama Tahukah Anda tentang kawasan Kota Lama Semarang?, Kota Lama Semarang yang terletak di Kelurahan Bandarharjo, kecamatan Semarang Utara. Kawasan ini merupakan objek pariwisata sekaligus ajang promosi sebagai maskot Kota Semarang yang menarik untuk dikunjungi. Tidak hanya sekedar objek wisata, namun sebagai objek peneliti yang tak ada habisnya memiliki kisah lama yang masih dapat terlihat jelas. Siapa yang membangun kawasan Kota Lama? Apakah memang dibangun seluruhnya oleh orang-orang Belanda yang memberinya nama “The Little Netherland”, ataukah ada bangsa lain yang berperan? Sebagaimana diketahui, terbentuknya Kota Lama bermula kompeni (Belanda) berhasil menaklukkan Trunojoyo seorang pangeran dari Madura yang melakukan pemberontakkan di Keraton Surakarta (Mataram). Sehingga, kompeni (Belanda) diberikan konpensasi oleh Mataram akan menyerahkan sebagian Kota Semarang ke VOC (Belanda). Sebagai tindak lanjut, Belanda mulai memindahkan pusat kegiatannya dari Jepara ke Semarang, dan membangun sejumlah kawasan pemukiman sebagai tempat tinggal dan perkantoran dengan arsitektur bergaya Eropa yang besar dan kokoh. Ketika Kota Semarang tumbuh menjadi kota industri. Menuju pada pusat Kota Lama yang berada pada Gereja Blendug. Kawasan Kota Lama bukan hanya dihuni oleh orang Belanda saja, tetapi terdiri dari beberapa etnis, ada suku Jawa yang merupakan kelompok mayoritas serta beberapa etnis “imigran” seperti Cina, Arab dan orang-orang Eropa. Pada masyarakat etnis Tionghoa tinggalah orang-orang Cina yang berada pada kawasan Pecinan, serta orang-orang Gujarat yang berasal dari India bukan dari Arab ataupun Timur Tengah, keberadaannya kini di sekitar Kampung Pekojan. Penyebaran etnis dan kebudayaan pada kawasan metropolitan lama memberikan perpaduan budaya yang beranekaragam terutama pada sentra peradaban budaya yang masih dipertahankan konservasinya, dengan tujuan menjaga nilai-nilai budaya tempo dulu. Dari aspek bangsa salah satunya, hunian multikulturalisme ada di daerah Pecinan, Kota Lama, Petolongan, Kampung Melayu. Sedangkan dari aspek budaya, basis multikulturalisme dapat dilihat pada perkembangan budaya, sejarah maupun nilai-nilai sosial yang berkembang dari waktu ke waktu seperti keberadaan bangsa Cina memberikan pengaruh bukan hanya dalam bentuk arsitektur bangunannya yang khas melainkan juga spirit/ jiwa perdagangan yang ulet serta kepercayaan pada agama dan warisan leluhur yang kuat, terekspresikan melalui banyaknya kelenteng di daerah Pecinan sekarang (sekitar Gang Lombok, Gang Baru, Gang Besen dsb.) serta kelenteng klasik Gedong Batu atau Sam Poo Kong di Simongan. Selanjutnya, kedatangan saudagar-saudagar dari Arab, Persia, India dan Gujarat pada waktu yang tidak terlalu jauh berbeda menampilkan suatu bentuk akulturasi budaya sebagai identitas Semarang, yaitu sebagai budaya Islam, dengan basisnya di wilayah sekitar Kampung Melayu, Darat, Lasimin dll. Budaya Islam nampak pada berbagai peristiwa sakral seperti Pengantin, Dug Deran, Sunatan atau Khitanan, Kematian, dll. Tentu tak dapat dipungkiri pula, persentuhan budaya Eropa sedikit banyak memberikan nuansa lain yang nampak pada perkembangan pendidikan formal, administrasi kota, sistem pemerintahan. Berbagai karakteristik antar etnis menjadikan tumbuh dan berkembangnya kebudayaan masing-masing sampai sekarang. Multikulturalisme itu terbentuk dengan adanya berbagai macam etnis yang menyebar dikawasan Kota Lama. Dilihat dari bentuk ekspresinya, kearifan lokal masyarakat Semarang dapat dikategorikan bersumber pada 3 entitas yakni: Pertama, tradisi religiusitas atau kearifan lokal yang bersumber pada ajaran agama Islam. Hal itu dapat dilihat pada tradisi Khataman (membaca Al-Qur’an) yang secara bersamaan prosesi upacara khitan anak, upacara Manten Kaji yakni akad nikah dengan mengenakan busana (mirip) seorang Kaji atau haji. Tradisi ini bermula dari warisan budaya Islam yang dipeluk dan diajarkan oleh pendiri kota Semarang Ki Ageng Pandanaran dan para Kiai kemudian diserap oleh penghuni terutama pada masyarakat di sekitar Kampung Kauman, Tandang. Tradisi ini masih dipertahankan oleh sebagian besar masyarakat Semarang. Kedua, tradisi Kejawen, yaitu tradisi yang bersumber atau yang dianut sebagian besar masyarakat Jawa (yang beragama Islam dan non Islam), seperti tradisi tilik kubur (nyadran), kungkum (berendam di sendang atau sungai) biasanya dilakukan pada bulan Syura. Ketiga, budaya Hybrid merupakan perpaduan secara tradisional antara berbagai elemen budaya yang menghasilkan suatu budaya baru salah satu contohnya tari Warak Ngendog yakni perpaduan elemen tari Jawa dengan kostum barongsay (Cina). Keberagaman penduduk membuat keberagaman kebudayaan yang membaur secara kultural, yang seolah-olah tidak ada batas antara kelompok masyarakat satu dengan masyarakat yang lain. Sehingga menjadi sebuah masyarakat yang multikultural dan multietnis.  Diolah dari berbagai sumber tertulis maupun lisan Drs. H. Djawahir Muhammad, M.Pd “Budayawan Semarang”.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TUGAS INDIVIDU MATERI INTEGRASI SOSIAL ( UNTUK KELAS XI IPS)

Sebelum mengerjakan soal dibawah ini, perhatikan instruksinya terlebih dahulu ! 1. Kerjakan tugas ini di microsoft word atau aplikasi pembuatan ensiklopedia lainnya kemudian nanti diubah dalam versi pdf 2. Dengan jenis huruf times new roman, ukuran 12, dan spasi 1,5 3. Jangan lupa, diberi cover yang terdapat identitas diri, nomor absen, dan kelas 4. Boleh diberi gambar ilustrasi (gambar pendukung) yang diambil dari google picture atau dokumentasi foto pribadi (minimal 4 gambar, maksimal 6 gambar). 5. Berikanlah deskripsimu sebanyak 3 halaman terkait fenomena integrasi yang akan dituangkan dalam soal berikut Tata layout dan kreativitas penataan kolom diserahkan kepada siswa masing-masing : 1. Kirimkan jawabanmu dalam format pdf ke alamat email: tyas28fatmawati@gmail.com  2. Jawaban paling lambat ditunggu sampai hari Sabtu tanggal 28 Maret 2020 pukul 16.00 (Jangan sampai melebihi jam yang telah ditentukan karena sistem penilaian sudah terhubung dengan sistem onl

MATERI PERUBAHAN KULTUR DAN NILAI-NILAI KULTUR POSITIF DALAM MASYARAKAT INDONESIA

Pada dasarnya, ada dua hal yang saling terkait dan tidak dapat dipisahkan dalam perubahan kebudayaan yaitu kebudayaan itu sendiri dan masyarakat. Kebudayaan itu sendiri dihasilkan oleh masyarakat dan tidak ada masyarakat yang tidak berbudaya . Sehingga budaya ada karena adanya masyarakat dan dalam masyarakat pasti berbudaya. Dalam melangsungkan kehidupan setiap manusia tentunya akan mengalami perubahan. Bahkan masyarakat yang dianggap sebagai masyarakat tradisional dan stagnan,sebenarnya mereka telah melalui tahap-tahap perubahan dalam kebudayaan yang mereka miliki. Perubahan budaya menekankan pada perubahan sistem nilai yang mengatur tingkah laku masyarakat. Perubahan kebudayaan di dalam masyarakat dipengaruhi oleh banyak faktor, dan setiap masyarakat memiliki proses yang berbeda-beda dalam melalui perubahan kebudayaan. Perubahan kebudayaan di dalam masyarakat tentunya memiliki dampak negatif dan positif. Dibawah ini akan dijelaskan mengenai perubahan budaya dan melemahny